Koperasi Milenial Untuk Generasi Milenial

Sumber gambar: http://wartakoperasi.net/membangun-peran-strategi-koperasi-karyawan-di-era-milenial-detail-405569.html

Oleh: Zaenal Arifin

Koperasi sebagai soko guru perekonomian nasional terus ditantang untuk bergerak dinamis seiring perkembangan zaman. Salah satu tantangan yang dihadapi oleh gerakan koperasi saat ini adalah bagaimana mengajak para generasi milenial untuk berperan aktif dalam koperasi?

Generasi milenial adalah mereka yang lahir setelah era baby boomer, dari tahun 1980-an sampai awal 2000-an. Ciri khas generasi ini adalah berpikiran terbuka, cenderung individualis dan melek teknologi, sehingga sekalipun individualis, mereka terhubung satu sama lain melalui media sosial. Para generasi milenial senang berbagi apa saja melalui media sosial contohnya: berita, gaya hidup, mood, kuliner, tempat wisata baru dan aneka pengalaman yang menurut mereka layak dibagikan kepada dunia.

Selain itu, minat para milenial untuk berkarir sebagai pekerja kantoran lebih minim dibanding generasi sebelumnya. Mereka lebih senang bekerja sebagai freelancer atau memiliki sebuah usaha sendiri.

Jadi langkah awal yang harus ditempuh oleh gerakan koperasi untuk mengajaka generasi milenial ini adalah menghapus stigma negative tentang koperasi. Selama ini banyak masyarakat khususnya para generasi milenial yang menganggap koperasi sebagai lembaga simpan pinjam yang dikelola secara konvensional, yang rentan terhadap penyalahgunaan, tidak canggih dan jadul. Padahal jika dikelola dengan benar, koperasi pun dapat menjadi institusi yang modern dan bergerak dinamis mengikuti perkembangan zaman yang ada.

Sejak gerakan koperasi mulai diinisiasi pada tahun 1800-an di Eropa dan dasar-dasar tata kelola koperasi modern dicetuskan tahun 1808-1888 di Jerman, koperasi berkembang ke seluruh dunia, termasuk ke Indonesia. Dalam perjalanan waktu, koperasi bermunculan. Sejumlah koperasi berguguran, namun banyak juga yang terus bertahan dan berkembang. Jadi terbukti, koperasi pun dapat menjadi institusi yang tangguh dengan tata kelola yang benar.

Menurut F.W Raiffeisen (1880), jika setiap anggota koperasi sungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan nilai cooperative-menolong diri sendiri dan menolong sesame dalam koperasi, maka tidak sulit untuk memajukan koperasi tersebut baik secara usaha maupun secara organisasi.

Masalah dalam Koperasi Saat Ini
Sayangnya, masih banyak masalah-masalah yang harus diselesaikan dalam perkoperasian saat ini, baik sebagai sebuah institusi/usaha maupun sebagai sebuah organisasi yang terus bergerak. Misalnya sosialisasi yang masih kurang dan masih menggunakan pendekatan secara tradisional serta promosi belum banyak menggunakan platform yang lebih modern. Kemudian masih banyak koperasi yang belum memanfaatkan teknologi informasi, sehingga pencatatan keuangan sampai pelaporan laporan yang masih dilakukan secara manual. Selain itu, kepemimpinan dan tata kelola organisasi belum berjalan dengan baik, sehingga koperasi masih dikelola secara manual dan tradisional. Kemudian Peran pengurus, pengawas dan elemen yang ada masih tumpang tindih, sehingga rentan konflik kepentingan dan penyalahgunaan, apalagi jika pengurusnya tidak memiliki integritas yang tinggi dan para anggota koperasi juga kurang memahami fungsi mengawasi terhadap jalannya koperasi. Akibatnya, seperti yang sudah pernah terjadi, beberapa koperasi akhirnya tutup dan sampai ada yang terkena kasus hukum.

Titik dari semua masalah-masalah ini adalah pelayanan kepada anggota menjadi kurang maksimal, atau jika sudah parah, anggota bisa dirugikan. Masalah-masalah seperti inilah yang membuat para generasi milenial menjadi tidak tertarik untuk mengenal koperasi atau lebih jauh menjadi anggota koperasi. Untuk mengelola keuangan pun, mereka akan lebih nyaman menjadi nasabah lembaga keuangan yang sudah memiliki sistem teknologi informasi yang lebih baik seperti lembaga perbankan. Apalagi selain pelayanan keuangan internal, lembaga keuangan masa kini pada umumnya sudah terintegrasi dengan e-commerce dan fintech.

Menjadi Koperasi Zaman Now
Untuk lebih mengkoperasikan masyarakat dan memasyarakatkan koperasi khususnya kepada para generasi milenial, koperasi mesti berbenah diri. Koperasi harus mulai melakukan rebranding dari koperasi yang terkesan jadul dan konvensional menjadi koperasi yang modern. Adapun cara yang harus dilakukan koperasi untuk mengubah gamabaran koperasi menjadi lebih kekinian, namun tetap pada koridor nilai-nilai cooperative.

Pemanfaatan Teknologi Informasi. Saat ini, aplikasi teknologi informasi dapat kita temukan pada semua bidang kehidupan. Kesehatan, transportasi, hankam, sosial, budaya, keuangan dan lain-lain. Agar tidak semakin tertinggal, koperasi mau tidak mau juga harus bergerak dan mencemplungkan diri dalam pengembangan teknologi informasi ini.  Bukan saja sebatas sistem transaksi dan pelaporan, tapi sampai pada integrasi IT dengan produk dan layanan agar dapat diakses oleh anggota secara real time.

Memang biaya investasi infrastruktur IT ini tergolong mahal, tapi semua perubahan ke arah yang lebih baik memang memiliki harga bukan? Lagipula jika dimanfaatkan dengan baik, biaya ini sepadan dengan benefit untuk pengembangan koperasi, baik secara langsung seperti kemudahan transaksi anggota maupun secara tidak langsung, seperti meningkatnya loyalitas anggota dan penguatan branding koperasi.

Pendidikan Terus-menerus
Pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan bukan saja ditujukan kepada pengurus, pengawas namun juga kepada anggota. Jika pendidikan dan pelatihan kepada pengurus, pengawas berguna untuk mengasah kepemimpinan dan meningkatkan kompetensi pengelolaan koperasi, pendidikan dan pelatihan kepada anggota bertujuan untuk memberdayakan anggota, meningkatkan wawasan dan keterampilan mengelola keuangan serta memupuk loyalitas anggota. Lebih baik lagi jika koperasi dapat menyiapkan pendidikan dan pelatihan yang sesuai untuk setiap segmen anggotanya. Pendidikan dan pelatihan yang menyasar milenial misalnya pelatihan financial literacy, pelatihan wirausaha praktis, pelatihan pemasaran lewat sosial media dan lain-lain.

Penguatan Organisasi
The last but not least, pengurus koperasi harus memiliki kebijakan yang memungkinkan koperasi untuk terus berbenah diri menghadapi tantangan dari masa ke masa, baik sebagai usaha maupun organisasi. Kaderisasi dan peningkatan kompetensi pengurus, pengawas harus dilakukan secara berkelanjutan melalui diklat, workshop dan kegiatan lain yang relevan. Selain meningkatkan wawasan dan keterampilan, kegiatan-kegiatan seperti ini juga berguna untuk penanaman nilai-nilai koperasi, sehingga para penggerak koperasi semakin menghayati tugas dan tanggungjawabnya dalam memberdayakan masyarakat.

Monitoring dan evaluasi juga harus dilakukan secara rutin untuk memastikan program kerja berjalan sebagaimana mestinya dan meminimalkan risiko-risiko usaha maupun organisasi. Selain secara internal, penguatan organisasi juga dapat dilakukan secara eksternal dengan membangun jejaring dengan lembaga-lembaga mitra seperti koperasi lain, institusi pemerintahan, dan lembaga lain yang relevan.

Dengan pembenahan tata kelola dan mengikuti perkembangan zaman dalam mengembangkan koperasi, para generasi milenial akan semakin tertarik untuk mengenal lebih jauh dan bergabung menjadi anggota koperasi. Saat ini proporsi para generasi milenial mencapai sepertiga dari jumlah seluruh penduduk Indonesia. Ini adalah potensi demografi besar yang sayang jika dilewatkan begitu saja oleh gerakan koperasi.

You May Also Like

About the Author: Kopma Walisongo

1 Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *