Cooperatives and Challenges in the Industrial 4.0 Era

Menempatkan koperasi sebagai soko guru perekonomian Indonesia nampaknya hanya sekedar angan semata. Alasan koperasi sebagai pembela rakyat kecil masih absurd. Buktinya, koperasi masih dipandang sebelah mata sebagai badan usaha yang tidak mungkin menyangga perekonomian Indonesia. Di era disrupsi ini akankah koperasi mampu memainkan perannya sebagai soko guru perekonomian Indonesia?

 

Kini Revolusi Industri telah masuk periode ke empat. Era ini ditandai dengan digitalisasi dan otomatisasi kerja manusia. Revolusi Industri 4.0 telah mengubah cara pandang dan cara beraktivitas manusia. Dan setiap individu dituntut untuk berfikir kreatif dan inovatif dalam kondisi yang serba cepat (real time) dan tidak menentu (disruptif) ini.

 

Setiap negara mulai berbenah dan mempersiapkan diri menghadapi era Industri 4.0. beragam kebijakan diterapkan dengan berbasis pada digitalisasi. Ini menjadi suatu hal yang penting dimana pemerintah memproyeksikan Indonesia menjadi negara dengna ekonomi disgital terbesar di Asia Tenggara pada athun 2020 (Kemenko Bid. Perekonomian, 2017).

 

Selain itu Indonesia juga merupakan rumah dengan populasi pengguna internet dengan pengggna yang mencapai 143,2 Juta orang dari total 200 juta lebih masyarakat Indonesia. Itu artinya penggunaan teknologi terutama internet sudah merata di Indonesia. Dengan jumlah pengguna internet yang banyak ini,maka indonesia sangat berpotensi untuk menjadi negara dengan kekuatan ekonom digital yang patutu diperhitungkan.

 

Namun, selain membawa harapan, Revolusi Industri 4.0 juga membawa tantangan bagi kelangsungan perekonomian Indonesia. Revolusi 4.0 ini dikhawatirkan hanya mampu menjangkau perusahaan besar tanpa bisa menyentuh Usaha Kecil Menengah (UKM) maupun Koperasi. Sebagai besar UKM dan Koperasi kini juga masih kurang mendapatkan pendiidkan, pelaltihan, atau penyuluhan untuk meningkatkan kualitasnya guna menghadapi tantangan digitalisasi ekonomi. Dan Bentuk-bentuk ekonomi baru yang berbasis digital muncul, tentunya hal ini akan mengancam keberlangsungan koperasi.

 

Sejak awal berdirinya koperasi Indonesia masih kesulitan Koperasi Indonesia masih jauh dari memuaskan. Masih banyak faktor yang menyebabkan kinerja perkoperasian di Indonesia masih rendah. Seperti faktor internal yang tidak kunjung selesai juga faktor eksternal seperti keberpihakan pemerintah serta rendahnya kesadaran masyarakat tetang arti penting berkoperasi.

 

Pemerintah harus mulai memendang koperasi dengan optimis. Misalnya saja dinegara maju yang berpaham ekonomi kapitalis liberalis justru perkoperasiaanya berkembang pesat. Beberapa contoh koperasi yang berkembang dinegara maju, seperti: Groupe Credit Agricole (Prancis), BVR (Bundesverband der Deutschen Voklsbanken undaiffeinsenbanken-Jerman), State Farm CU (Amerika Serikat), dan masih banyak lagi.

 

Tantangan yang akan dihadapi koperasi semakin kompleks. Di era disrupsi ini koperasi akan bertemu dengan model ekonomi digital yang berlawanan dengan prinsip koperasi. Penggunakan teknologi yang semakin canggih mengubah cara berkomunikasi dengan rekan bisnis, yang semula melakukan transaksi bisnis harus bertatap muka, sedangkan era disrupsi tidak mengharuskan bertemu rekan bisnis karena dapat dilakukan dengan menggunakan Internet.

 

Pada tahun 2017, Koperasi dan UKM merupakan jumlah unit usaha terbanyak di Indonesia. jumlah koperasi aktif sebanyak 152.559 dan jumlah anggota sebanyak 27.002.189 orang. Sedangkan jumlah UMKM sebanyak 59,26 Juta unit. Dan berhasil meyerap tenaga kerja lebih dari 123,2 juta orang. Ini berarti lebih dari 96,71 % tenaga kerja merupakan kontribusi koperasi dan UMKM.

 

Untuk menghadapi tantangan di era disrupsi ini, koperasi perlu berbenah secara bertahap dan serius. Manajemen koperasi perlu diperbaikidengan mengikuti tren ekonomi go-online. Sebab selama ini koperasi dianggap hal kuno atau sudah ketinggalan zaman. Padahal tidak demikian.

 

Pasal 33 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 adalah kekuaatan koperasi dalam mempertahankan landasan ekonominya. “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”. Dalam pidatonya di tahun 1977, saat memperingati Hari Koperasi, Bung Hatta makin menegaskan bahwa azas kekeluargaan sebagaimana dimaksud dalam pasal tersebut adalah koperasi. Koperasi diharapkan menjadi badan usaha yang dinamis yang dapat meyesuaikan dengan perubahan zaman. Tentunya tetap tidak melupakan asas kekeluargaan seperti yang tercantum dalam pasal diatas.

 

Kedua, faktor Internal koperasi perlu segera diselesaikan. Perlu adanya rehabilitasi koperasi yang sedang tidak sehat usahnya serta melakukan reorientasi usaha. Selain itu pemerintah patut untuk ikut bergerak mengembangkan koperasi. Pasal 33 jelas mengamanatkan kepada negara untuk berperan aktif dalam mengembangkan ekonomi koperatif. Pemerintah perlu berkomitmen dan membuat kebijakan-kebijakan baru yang membantu koperasi Indonesia berkembang dan menjadi soko guru perekonomian Indonesia.

 

Penulis : Muhammad Irsya Satria

You May Also Like

About the Author: Kopma Walisongo

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *